Monthly Archives: November 2007

kajian surat yunus ayat 4 (mentah)

Surat Yunus

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari

Surat Yunus adalah surat ke-10 dalam Al Qur’an, surat ini terdiri atas 109 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyyah kecuali ayat 40, 94, 95, yang diturunkan pada masa Nabi Muhammad SAW berada di Madinah. Surat ini dinamai surat Yunus karena dalam surat ini terutama ditampilkan kisah Nabi Yunus a.s. dan pengikut-pengikutnya yang teguh imannya.

[sunting] Pokok-pokok isi

  1. Keimanan: Al Quran bukanlah sihir, Allah mengatur alam semesta dari Arasy-Nya; syafa’at hanyalah dengan izin Allah; Wali-wali Allah; wahyu Allah yang menerangkan yang gaib kepada manusia; Allah menyaksikan dan mengamat-amati perbuatan hamba-hamba-Nya di dunia; Allah tidak mempunyai anak.
  2. Hukum: Menentukan perhitungan tahun dan waktu dengan perjalanan matahari dan bulan; hukum mengada-adakan sesuatu terhadap Allah dan mendustakan ayat-ayat-Nya.
  3. Kisah-kisah:Kisah Nabi Nuh a.s. dengan kaumnya; Nabi Musa dengan Fir’aun dan tukang-tukang sihir; kisah Bani Israil setelah ke luar dari negeri Mesir; Nabi Yunus a.s. dengan kaumnya.
  4. Dan lain-lain: Manusia ingat kepada Allah di waktu kesukaran dan lupa di waktu senang; keadaan orang-orang baik dan orang-orang jahat di hari kiamat; Al Quran tidak dapat ditandingi; rasul hanya menyampaikan risalah.

إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً وَعْدَ اللّهِ حَقّاً إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُواْ يَكْفُرُونَ

5. Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.


Hanya kepada-Nya-lah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.(QS. 10:4)

::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Yunus 4
إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (4)
Setelah ayat-ayat yang terdahulu menerangkan bahwa Allah swt. dalam penciptaan langit dan bumi tidak ada sesuatu pun yang membantu-Nya, dan Allah Esa dalam ibadat, yaitu hanya Dia sajalah yang berhak disembah
, tidak bersekutu dengan yang lain. Keesaan Allah ini merupakan salah satu prinsip pokok agama Islam. Maka pada ayat ini diterangkan prinsip pokok yang lain, yaitu adanya hari berbangkit disertai dengan buktinya, dan hikmah Allah mengadakan hari berbangkit itu.
Allah menerangkan bahwa hanya kepada-Nya sajalah semua manusia dikembalikan setelah mati dan sesudah lenyap alam yang fana ini bukan kepada sesuatu yang lain, termasuk sembahan-sembahan berhala, dan penolong-penolong orang kafir itu. Yang demikian itu adalah janji Allah swt. kepada makhluk-Nya. Dia tidak akan menyalahi janji-Nya sedikit pun.
Sebagai bukti bahwa Allah swt. pasti menepati janji-Nya ialah Allah swt. telah menciptakan makhluk pertama kalinya. Penciptaan manusia oleh Allah swt. pada pertama kalinya itu dapat dijadikan dalil bahwa Allah berkuasa pula untuk menciptakan makhluk-Nya pada kali kedua atau membangkitkannya kembali. Mengulangi kembali menciptakan sesuatu itu adalah lebih mudah dari menciptakan pertama kalinya.
Allah swt. berfirman:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ
Artinya:
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.
(
Q.S. Ar Rum: 27)
Demikian kuatnya bukti yang dikemukakan Allah tentang hari berbangkit sehingga Dia menyatakan bahwa jika masih ada orang yang mengingkarinya berarti ia telah lupa kepada kejadian dirinya sendiri. Allah swt. berfirman:

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ
Artinya:
Dan apakah manusia tidak melihat bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata, dia akan membuat perumpamaan bagi Kami, da
n dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata: “Siapakah yang menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh.”
(Q.S. Yasin: 77, 78
Terhadap orang-orang yang tidak mau percaya kepada adanya hari berbangkit itu sekalipun telah dikemukakan dalil-dalil kepada mereka, maka Allah mengancam mereka dengan neraka Jahanam sebagai dilukiskan oleh ayat berikut:

فَوَرَبِّكَ لَنَحْشُرَنَّهُمْ وَالشَّيَاطِينَ ثُمَّ لَنُحْضِرَنَّهُمْ حَوْلَ جَهَنَّمَ جِثِيًّا
Artinya:
Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan
mereka bersama setan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahanam dengan berlutut.
(Q.S. Maryam: 68)
Allah swt. menerangkan tujuan manusia dibangkitkan sesudah matinya ialah untuk memberi mereka balasan dari perbuatan yang telah dikerjakannya sesuai dengan sifat adil dan sifat pemurah Allah. Allah tidak mengurangi sedikit pun dari apa yang telah mereka lakukan. Tujuan ini dijelaskan oleh firman Allah:

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
Artinya:
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun
pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.
(Q.S. Al-Anbiya’: 47)
Allah swt. memberikan pembalasan yang adil, tidaklah berarti Allah tidak akan melebihkan pahala yang akan diberikan-Nya itu, bahkan Dia akan melipatgandakannya sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَأَمَّا الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَلَا يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا
Artinya:
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan m
enyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan penolong selain daripada Allah.
(Q.S. An Nisa’: 173)
Jika dilihat banyaknya terjadi tindakan-tindakan yang tidak adil dilakukan oleh sebagian manusia terhadap yang lain, dimenangkan-Nya perbuatan jahat atas perbuatan baik, dan sebagainya, tentu akan ada suatu masa nanti yang pada masa itu keadilan dapat ditegakkan dengan sempurna.
Terhadap semua orang kafir yang mengingkari keesaan Allah dan adanya hari berbangkit, mereka akan mendapatkan pembalasan yang setimpal dengan kejahatan yang telah mereka lakukan. Di antaranya ialah mereka diberi minum dengan air panas yang mendidih yang menghancurkan usus-usus mereka. Di samping itu mereka akan memperoleh azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka itu.

Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Yunus 4
إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ بِالْقِسْطِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ (4)
(Hanya kepada-Nyalah) yaitu Allah swt. (kalian semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar dari Allah) lafal wa’dan d
an lafal haqqan keduanya merupakan mashdar yang dinashabkan oleh fi’ilnya masing-masing yang keberadaannya diperkirakan. (Sesungguhnya Allah) huruf hamzah inna dibaca kasrah karena menjadi isti’naf, sedangkan jika dibaca fatah maka memakai huruf lam yang keberadaannya diperkirakan sebelumnya (menciptakan makhluk pada permulaan) artinya Dia mulai menciptakan makhluk dengan mengadakan mereka (kemudian menghidupkannya kembali) pada hari berbangkit (agar Dia memberi pembalasan) pahala (kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas) artinya air yang panasnya luar biasa (dan azab yang pedih) sangat menyakitkan (disebabkan kekafiran mereka) sebagai pembalasan atas kekafirannya.

Agar dapat menikmati islam


Oleh H. Musyafa Ahmad Rahim, Lc.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al Maidah: 3).

Hari itu adalah hari pertama Ali Thanthawi (alm) mengajar di sekolah menengah umum. Beliau adalah guru agama yang ditugaskan di situ. Begitu beliau sampai di depan kelas, siswa-siswi langsung gaduh, ribut tidak karuan. Beliaupun heran, tadinya anak-anak baik-baik saja, kok sekarang ribut? Ada apa?

Beliau bertanya kepada mereka, “Kenapa begitu saya datang kalian ribut?” Mereka menjawab, “Sebab sekarang adalah jam pelajaran agama, pelajaran santai dan asal-asalan atau asal ada!”

Itulah gambaran pengalaman Syekh Ali Thanthawi (alm) sewaktu beliau menjadi guru agama Islam di sebuah sekolah di salah satu Negara Timur Tengah. Pengalaman ini menggambarkan bahwa agama Islam sudah sedemikian parah dipahami dan dimengerti oleh para anak didik, sampai-sampai mata pelajaran agama dan jamnya dijadikan sebagai saat untuk santai, gaduh dan ribut yang sama sekali tidak ada konsentrasi. Itu dulu.

Sekarang, Amerika sedang memelopori gerakan perang melawan terorisme. Dan salah satu proyeknya adalah mengganti kurikulum pendidikan agama Islam dengan konsepsi dan pemahaman yang diinginkan Amerika. Proyek penggantian kurikulum ini terus digalakkan, termasuk di Negara-negara Timur Tengah. Dan jika proyek ini berhasil dan sukses, bisa kita bayangkan akan seperti apakah pemahaman masyarakat terhadap Islam nantinya?

Pada suatu hari, Syekh Ali Thanthawi (alm) bertanya kepada para muridnya, “Mungkinkah kita menjelaskan tentang Islam dalam tempo satu jam kepada orang-orang yang belum memahami Islam?” Para murid menjawab, “Tidak mungkin, bagaimana kita mungkin menjelaskan apa itu Islam hanya dalam tempo satu jam kepada seseorang yang sama sekali belum mengerti tentang Islam.”

Syekh Ali Thanthawi (alm) menjawab, “Tetapi, Rasulullah Saw. dahulu mampu menjelaskan tentang Islam hanya dalam beberapa kalimat saja, dan seorang badui yang untuk pertama kali mendengarnya, langsung bisa memahaminya dan bahkan mampu menjelaskannya kembali kepada kaumnya. Padahal yang namanya orang badui itu adalah seseorang yang hidupnya nomaden, berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lain, sesuai dengan wilayah hujan dan rumput. Mereka tidak mengenal budaya perkampungan, perkotaan, apalagi peradaban, termasuk juga mereka tidak mengenal agama. Yang mereka kuasai hanyalah logika yang sederhana saja.”

Kalau begitu, marilah kita sekarang mencoba mengerti dan memahami Islam dalam tempo yang singkat, namun padat dan jelas, insya Allah. Semoga Allah Swt. memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, amin

Pada hari Jum’at, tanggal 09 Dzul Hijjah tahun 10 H, Rasulullah Saw. dan para sahabatnya sedang berkumpul di Arafah, sebuah tempat dekat kota Makkah di Semenanjung Arabia. Mereka sedang menjalani sebuah ritual yang dikenal dengan nama wukuf. Saat mereka sedang wukuf itulah Allah Swt. menurunkan keterangan tentang agama yang dibawa oleh utusan-Nya yang terakhir. Keterangan itu (dan selanjutnya kita sebut Firman) berbunyi,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al-Maidah: 3).

Firman Allah Swt. menjelaskan kepada kita beberapa hal, yaitu,

1. Agama Islam ini adalah agama yang sempurna. Istilahnya kamil. Di dalam agama ini terdapat berbagai penjelasan dan jalan hidup dalam berbagai sisi kehidupan, baik kehidupan ritual, seremonial, pergaulan, sosial, ekonomi, politik, budaya, keamanan dan sisi-sisi kehidupan lainnya. Tidak ada satu pun sisi kehidupan kecuali agama ini menjelaskan mana yang baik dan membawa manfaat dan mana yang buruk yang mendatangkan mara bahaya.

2. Agama Islam ini adalah kenikmatan yang Allah Swt. berikan kepada kita secara lengkap. Istilahnya tamam. Terkait dengan Islam adalah nikmat, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita agar selesai makan, atau minum, kita mengucapkan doa, “Al-hamdulillah al-ladzii ath’amana wa saqana waja’alana Muslimin” (segala puji milik Allah Swt. yang telah memberikan makan dan minum kepada kami, dan menjadikan kami orang-orang Islam). Dalam doa yang diajarkan Rasulullah Saw. kepada kita ini ada satu hal yang menarik, yaitu Beliau Saw. merangkaikan kenikmatan makan dan minum dengan kenikmatan kita sebagai orang Islam. Hal ini menegaskan kepada kita bahwa agama Islam dan ber-Islam adalah sebuah kenikmatan.

Mungkin ada sebagian kita yang bertanya, “Kenapa selama ini kita kok tidak atau kurang begitu merasakan Islam sebagai kenikmatan?” Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa melihat kasus tidak bisa merasakan nikmatanya makan dan minum, yang memang oleh Rasulullah Saw. dirangkaikan dengan kenikmatan Islam dan ber-Islam.

Paling tidak ada dua penyebab, kenapa kita tidak atau kurang merasakan nikmat Islam atau ber-Islam sebagaimana kita tidak atau kurang merasakan nikmat makanan dan minuman.

Pertama, mungkin karena lemahnya pemahaman kita terhadap Islam,. Karena ketidaktahuan kita, makanan yang sebenarnya lezat, nikmat dan bergizi, tidak mau kita konsumsi. Sepeti anak kecil, untuk mengkonsumsi makanan bergizi, kita harus menyuapinya, dan bahkan mengejar-ngejarnya. Setelah dia dewasa, dan paham, dialah yang gantian mengejar-ngejar kita untuk memenuhi permintaannya. Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan pengetahuan, wawasan dan pemahaman kita terhadap agama kita, agar bisa merasakan nikmat Islam dan ber-Islam.

Kedua, atau mungkin karena adanya penyakit dalam diri kita, sariawan misalnya. Sehingga, makanan yang lezat dan enak itu menjadi tidak nikmat dan tidak lezat. Oleh karena itu, marilah kita bersihkan diri kita dari berbagai penyakit hati dan jiwa, agar kita bisa menikmati Islam dan ber-Islam.

3. Agama Islam adalah agama yang diterima dan diridhai Allah Swt. Istilahnya, agama yang mardhiy. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt pada ayat lain dari Al Qur’an, yaitu,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ اْلإِسْلاَمُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah Swt. hanyalah Islam” (QS Ali Imran: 19).

Bahkan, pada ayat lain, Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia tidak akan menerima agama selain Islam, dan siapa saja yang mengikuti selain Islam, di dunia amalnya tidak akan diterima dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi. Allah Swt., berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS Al Maidah: 85)

Itulah satu sisi gambaran tentang Islam, dan masih banyak lagi gambaran-gambaran lainnya, baik yang ada dalam Al-Qur’an maupun yang ada dalam hadits Rasulullah Saw., ataupun dalam kehidupan para sahabat Nabi Saw., generasi yang pertama-tama menerapkan dan mempraktekkan Islam dan ber-Islam dalam kehidupan mereka, semoga Allah Swt. senantiasa memberikan bimbingan kepada kita untuk terus meningkatkan wawasan dan pemahaman kita, dan semoga kita tidak meninggal kecuali dalam keadaan muslim, amin. Wallahu a’lam bishshawab.

Experiental learning (tugas melelahkan)

Belajar Experiential adalah satu proses siklis yang memodali pada pengalamannya partisipan untuk perolehan dari pengetahuan. Proses ini melibatkan gol setelan, pemikiran, perencanaan, percobaan, pemantulan, observasi, dan telaah. Oleh terlibat dalam aktivitas ini, pelajar membangun arti dengan cara unik ke mereka sendiri, menggabungkan teori, emosional, dan aspek fisik terpelajar.

“Katakan aku, dan aku akan lupa. Perlihatkan aku, dan aku mungkin ingat. Libatkan aku, dan aku akan mengerti” (Confucius circa 450 BC).

Judul karangan: Pada penggiatan, adalah tiga adegan, di yang pertama adegan adalah satu penggiatan melukiskan frasa ‘ mengatakan aku dan aku akan forget. ’ pelajar dikatakan bagaimana caranya mempergunakan satu pemadam api oleh Anggota Pemadam Kebakaran dan mereka dengan segera melupakan yang berusaha mengingat kembali keterangan. Pada adegan kedua dari penggiatan, kita sedang melukiskan frasa, ‘perlihatkan aku dan aku mungkin ingat ’. Pelajar diperlihatkan bagaimana caranya mempergunakan pemadam api dan ketika pelajar percobaan lagi untuk mengingat kembali ingatan tidak demikian jelas. Pada adegan ketiga, penggiatan sedang menjelaskan masa ‘ melibatkan aku dan aku akan mengerti. Pelajar sedang mempraktekkan bagaimana caranya mempergunakan satu pemadam api dengan mengikuti satu contoh berbentuk model dari pakar (Anggota pemadam kebakaran) dan akhirnya mereka mengerti. Konsep dan ciptaan oleh Bak Guo, Audra Edwards, Rita (Hsing mei) Kung dan Oluremilekun Ojo (2006).

Judul karangan: Penggiatan Kilas Cahaya lukiskan di atas cerita dari Jane, satu murid yang mempelajarinya. Dia mau melaksanakan perjalanan ke Perancis dan mampu untuk hubungan dengan warga di situ. Dia menyadari dia mempelajari tidak mempersiapkan dia cukup dan memutuskan untuk mempelajari lagi oleh cara lain penggunaan. Cerita ini melukiskan 4 langkah dari modelnya Kolb, Experiential Mempelajari Siklus. Cerita berawal dengan Jane pada akhir dari dia tahun ketiga mempelajari Perancis. Ketika dia mencoba untuk memperbincangkan ke dia guru privat di Perancis, dia punya masalah memahami dia, yaitu beton pengalaman dia. Dia menyadari keterampilan dia tidak cukup untuk mengucapkan dengan fasih di Perancis, wakili yang langkah dua, pemantulan kritis. Dia memahami yang agar laksanakan perjalanan ke Perancis dan mengucapkan dengan orang-orang di situ dia akan harus meningkatkan keterampilan dia. Dia memulai praktek Perancis mempergunakan cara lain sebelum perjalanan dia seperti suatu format dari conceptualization pemisahan. Dia kemudian mengambil perjalanan nyata ke Perancis, menerapkan apa yang dia mempelajari sebagai percobaan aktif. Penggiatan kilas cahaya dan tertulis cerita dan dikembangkan oleh Emily Pitts, Barreto bunga aster, Marly Paz dan Matthew Flanders (2006).

Teori

Experiential Mempelajari Teori “sediakan satu model holistic dari belajar berjalan dan satu model multilinear dari pembangunan dewasa” (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002, p. 51). Dengan kata lain, ini adalah satu termasuk model belajar dewasa yang berniat menjelaskan kompleksitas dari dan perbedaan di antara pelajar dewasa diantara kerangka tunggal. Fokus dari teori ini adalah pengalaman, yang servis sebagai daya penggerak utama di belajar, seperti pengetahuan dibangun melalui transformative cerminan pada pengalamannya sesuatu (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002).

Model belajar diringkas oleh Experiential Mempelajari Teori (ELT) kandung dua mode berbeda untuk memperoleh pengalaman yang berhubungan untuk satu sama lain pada satu rangkaian: pengalaman berwujud (kerisauan) dan pisahkan conceptualization (pengertian). Sebagai tambahan, di sana adalah dua mode berbeda untuk mentransformasikan pengalaman sangat bahwa belajar dicapai: observasi pemantul (maksud) dan percobaan aktif (ekstensi) (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002). Ketika ini empat mode dilihat bersama-sama, mereka mendasari satu empat siklus belajar langkah pelajar itu membicarakan secara tuntas selama experiential mempelajari proses. Pelajar berawal dengan satu pengalaman berwujud, yang maka pimpinan mereka untuk mengamati dan mencerminkan pengalaman mereka. Setelah periode ini dengan observasi pemantul, pelajar maka potongan mereka pikir bersama-sama untuk menciptakan konsep pemisahan sekitar apa terjadi, yang yang akan servis seperti pemandu untuk aksi masa depan. Dengan pemandu ini pada tempatnya, pelajar dengan aktif menguji apa yang mereka telah membangun pimpinan untuk pengalaman lagi dan perbaharuan dari belajar berulang (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002).

Figur 1. Grafis di atas adalah satu penyajian dari Experiential Mempelajari Siklus, liputi yang komponen dari pengalaman, pemantulan kritis, pisahkan conceptualization, percobaan aktif, dan lebih pemantulan kritis.

ELT memodelkan untuk belajar dapat dipandang sebagai satu siklus terdiri dari dua rangkaian berbeda, pengertian kerisauan dan ekstensi maksud. Bagaimanapun, kesatuan cara dialektika ini harus diintegrasikan dalam urutan untuk mempelajari untuk terjadi. Pengertian kerisauan melibatkan pengamatan dari pengalaman, sementara ekstensi maksud melibatkan alihragam dari pengalaman. Satu tanpa yang lain bukan satu berarti efektif untuk memperoleh pengetahuan (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002). Jalan lain untuk melihat ide ini diringkas sebagai berikut, “pengamatan sendirian tidak cukup untuk mempelajari; sesuatu harus dilakukan dengan” dan “alihragam sendirian tidak dapat mewakili belajar, untuk di situ harus sesuatu ditransformasikan” (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002, p. 56 – 67).

ELT modelkan coba untuk menjelaskan kenapa pelajar mendekati pengalaman belajar dalam hal cara berbeda cuma masih mampu ke lambaian. Tentu saja, beberapa individu mengembangkan kecakapan lebih besar pada beberapa area terpelajar ketika membandingkan ke orang lain (Laschinger, 1990). ELT memodelkan pertunjukan yang selama belajar berjalan, pelajar harus secara terus menerus memilih kemampuan yang mana untuk mempergunakan pada satu keadaan belajar tertentu dan kemampuan belajar pernyataan yang berada di akhir kebalikan dari satu rangkaian (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002). Tentu saja, pelajar mendekati tugas dari serap mengalami dan mentransformasikan pengalaman dari titik berbeda pada satu rangkaian pendekatan. Bagaimanapun, ini penting bahwa mereka juga memecahkan kegelisahan dengan berlawanan pendekatan pada rangkaian dalam urutan untuk belajar efektif untuk terjadi. Dengan demikian, kalau satu pelajar jadilah lebih nyaman merasa keterangan lagi pada satu etika berwujud dan dengan aktif mengadakan percobaan selama proses dari pengalaman, pelajar juga harus mengalami beberapa pemisahan conceptualization dan observasi pemantul agar melengkapi siklus dan pimpinan ke belajar efektif. Dengan demikian, satu pelajar yang mengadakan percobaan dengan model dan memanipulasi mereka pada proses terpelajar juga harus mampu untuk conceptualize dan observasi bentuk mendasari pada apa s / dia alami. Ini harus terjadi, sekalipun pelajar tidak mempertimbangkan diri mereka sendiri kuat di area ini (Tukang roti, Jensen, Kolb, 2002). Ini adalah berada di pusat ELT memodelkan dan pandangannya Kolb dari pelajar dewasa.

Aplikasi

Ada saat ini beberapa aplikasi dari Experiential Mempelajari Teori pada sistem bidang pendidikan, terutama pada kampus perguruan tinggi. Contoh ini meliputi bidang kursus, luar negeri pembahasan, dan penasihat mendasari masa latihan suatu keahlian (Millenbah, Campa, & Winterstein, 2004). Sebagai tambahan, ada banyak contoh dengan intervensi berbasis-komputer berlandaskan alami.

Bidang Berlari Skenario

Satu universitas menawarkan satu kampus berdasar bidang berlari di manajemen kehidupan rimba dan penelitian yang memerlukan murid untuk dengan aktif berpartisipasi di aktivitas selain dari itu secara normal menghadapi selama satu bagian ceramah kuliah atau hafalan oleh murid-murid dari kelas. Murid ini diperkenalkan ke berbagai ilmu pengetahuan tentang teknik sampling nabati di ceramah kuliah jam yang satu periode, cuma aplikasi dan penggunaan dari ilmu pengetahuan tentang teknik terjadi ketika yang murid harus mendeskripsikan nabati perbedaan struktural di antara dua woodlots pada kampus.

Murid diperlengkapi dengan satu pernyataan gol umum perlukan mereka untuk membedakan di antara kedua-duanya area berlandaskan struktur kecuali bukan dikatakan bagaimana caranya menentukan perbedaan ini atau bagaimana perinci uraian tentang struktur (misalnya., sampul vertikal atau sampul vertikal diterjadi tiba-tiba oleh strata ketinggian). Murid harus tentukan pertama obyektif dari proyek sebelum memproses. Satu kali ini telah telah disetujui dengan sepenuh anggota dari group, kiat untuk mengumpulkan data adalah bertekad. Murid mungkin mengerjakan dengan lain pada kelas atau dengan instruktur untuk menentukan paling sesuai sampling disain. Setelah memilih satu sampling sesuai disain, murid diperlukan untuk mengumpulkan data, dan pelajari dengan demikian sekitar ilmu pengetahuan tentang teknik (s ) melalui pengalaman dengan (pengalaman berwujud). Dengan melakukan, murid mempelajari bagaimana caranya mempergunakan ilmu pengetahuan tentang teknik dan mampu untuk lebih siap putuskan kalau ilmu pengetahuan tentang teknik adalah pantas pada rejim sampling berbeda (pemantulan dan pemerataan).

Selama proses ini, murid memperoleh satu pemahaman lebih luas dari ilmu pengetahuan tentang teknik dan kegunaannya; banyak ini mungkin jangan pernah tertuju atau disajikan pada satu setelan kelas. Berlandaskan prasyarat untuk kursus, instruktur workd dari dugaan murid itu mempunyai satu pemahaman dari konsep ekologis dan statistik dasar. Mempunyai ini prasyarat memudahkan murid meletakkan ilmu pengetahuan tentang teknik untuk mempergunakan pada lingkungan menjadi dipelajari. Satu bermanfaat bagi tambahan dari ijin murid untuk diadakan percobaan dengan ilmu pengetahuan tentang teknik adalah itu peristiwa tak diduga mungkin terjadi misalnya, separuh jalan hujan ini melalui sampling. Peristiwa tidak terstruktur ini dapat selanjutnya meningkat satu kepercayaannya murid, hebat, dan keakraban dengan satu ilmu pengetahuan tentang teknik memerlukan murid untuk membuat keputusan sekitar bagaimana caranya proses atau ketika ke menghadang (percobaan aktif). Jenis ini dari peristiwa sulit untuk memodelkan pada satu kelas, dan sekalipun mungkin, beberapa murid tidak mengetahui bagaimana caranya kesepakatan dengan keadaan tak diduga ketika mereka satu-satunya berlatih jemu akan bahasan. Merasakan cukup berlatih untuk menangani keadaan ini akan memerlukan murid untuk mempunyai pengetahuan firsthand dan pengalaman dengan keadaan dunia nyata.

Penggunaan populer yang lain dari experiential mempelajari yang telah di sekitar dalam jangka waktu panjang adalah permainan peran. Ini telah dipergunakan untuk bidang pendidikan dan penggunaan pelatihan, untuk strategis yang militer dan analisa taktis dan secara sederhana sebagai permainan. Peran permainan kita di masa anak-anak meniru induk kita, memainkan dengan boneka dan mobil, membangun benteng pasir dan berpura-pura kita adalah pangeran dan pahlawan dengan hasil belajar itu ambil tempat, mempersiapkan kita seumur hidup.

Peran Memainkan Skenario

Pokok materi dari pelajaran ini adalah satu kontroversi yang punya akar dalam pada Riwayat Amerika, Konstitusi dan Perjanjian Hak Asasi Manusia. Mempergunakan video dalam bentuk dokumen PBS Pada Cahaya Dari hormati, guru yang punya murid lekat menguji berjuang dari Lakota Sioux untuk memelihara lokasi suci mereka di Mato Tipila (Lakota untuk Inapnya Beruang) di Batuan Setan di Wyoming. Walau lokasi di Batuannya Setan jangan diserahkan oleh traktat ke U.S. pemerintah, sekarang pada administrasi dari Taman Pelayanan Nasional. Pemanjat tebing mengakui apapun U.S. warga harus punya akses lengkap ke lokasi karena ini berada di atas darat pemerintah pusat. Untuk menghormati praktek religius dari Lakota, Taman Pelayanan Nasional meminta bahwa orang-orang tidak memanjat di situ selama bulan Juni seluruh. Kasus telah diperkarakan sampai Mahkamah Agung.

Setelah menonton video dan mendiskusikan berbagai aspek dari kontroversi, permainan peran murid anggota dari empat pasukan: Lakota, pemanjat tebing, Taman pelayanan nasional dan meja hijau. Mempergunakan sumber daya online yang luas menghubungkan ke pelajaran, murid meneliti emisi dan mengevaluasi sumber. Yang pertama tiga pasukan menyajikan permintaan mereka pada satu dengar. Meja hijau mencoba untuk menolong mereka menjangkau satu berkompromi kemudian menghakimi apapun emisi belum terpecahkan. Pelajaran berlanjut saat murid membandingkan berjanji dari Lakota ke tersebut Hopi dan Wintu, (seperti disajikan pada video) siapa juga berjuang untuk memelihara darat suci mereka. Murid akan mengerti konsep dari “benarkan di konflik” timbul di bawah yang pertama Pindaan (kebebasan beragama), interpretasikan satu konflik saat ini dari beberapa perspektif, belajar mendukung untuk pandangan, dan belajar memecahkan satu konflik melalui satu skenario resolusi konflik.

Judul karangan: Di sini menceriterakan pertunjukan slide dari Experiential Mempelajari, murid dan instruktur sedang mengerjakan bersama-sama untuk menciptakan Oncom Kapur Menyetem dengan mengikuti 4 tahapan: 1 ) gol Tersetel, memikirkan dan merencanakan, 2 ) Mengadakan Percobaan dan pembuatan keputusan, 3 ) aksi Akhir, dan 4) Observasi, menelaah, dan cermin. Murid dan instruktur berawal periksa buku resep untuk menemukan satu resep. Kemudian, pencarian bersama-sama jalan untuk meningkatkan resep sebelum mempersiapkan oncom. Mereka menambahkan bumbu ke sari menyapu untuk membuat lebih baik rasa ini seperti halnya persiapkan untuk pemasakan berjalan memasang apapun alat atau ramuan dibutuhkan. Ini juga akan waktu dimana mereka dapat mengubah resep untuk membuat ini rendah di gemuk atau peningkatan atau menyusut ukuran pelayanan. Sementara oncom adalah bakaran, instruktur memperlihatkan murid bagaimana caranya membuat dekorasi untuk menempatkan di dalam menyempurnakan oncom kemudian awal menempatkan mereka pada pencuci mulut. Mereka kemudian mencerminkan proses dan mencatat untuk referensi masa depan. Akhirnya, betapapun tahapan adalah lengkap, mereka menyampai ke rasa oncom kapur menyetem. Stephen Dudley dan Rebecca Parker (2004).

Judul karangan: Bioskop berawal dengan satu contoh dari bukan belajar experiential dengan memperlihatkan satu murid snoozing saat mendengarkan satu ceramah kuliah. Pada tahap awal dari contoh baik, pokok materi sedang membuat satu daftar terorganisir dari tahapan perlu membuat satu video untuk satu proyek berkait dengan kerja. Pokok materi berlanjut mengadakan percobaan dan membuat keputusan sekitar operasi kamera dengan pertolongan dari satu lebih lain yang banyak mengetahui. Pada aksi tahapkan, pokok materi sedang menyuling bagian bunyi dari video. Setelah itu, pokok materi menelaah produk selesai untuk pemeriksaan naskah perlu. Pokok materi dan anak buah kapal sedang melihat produk selesai mempergunakan satu kertas catatan untuk mencerminkan pada saat pengalaman mereka. Video ini diciptakan oleh Mary Barbee, Allison, Hanson, Virginia Manfree, dan Sandra Turner (2004)

Langkah untuk Mengintegrasikan Experiential Belajar pada Kelas

  1. Bangun pengalaman dengan memperkenalkan pelajar ke dasar topik dan peliputan materi yang pelajar harus tahu terlebih dahulu (video pada skenario di atas seperti halnya bahasan).
  2. Libatkan pelajar pada satu pengalaman realistis yang menyediakan intrik seperti halnya kedalaman dari keterlibatan (persidangan ejek).
  3. Pertimbangkan bahasan dari pengalaman meliputi terjadi yang terjadi dan bagaimana terbelit yang perorangan rasakan (bahasan setelah itu).
  4. Pelajar akan maka berawal untuk merumuskan konsep dan hipotesis mengaitkan pengalaman melalui bahasan seperti halnya pemantulan perorangan (bahasan setelah itu, cuma juga dapat lakukan atas penjurnalan).
  5. Ijinkan pelajar untuk diadakan percobaan dengan mereka baru saja konsep dibentuk dan pengalaman (konflik arus tafsirkan dan skenario resolusi konflik).

Pemantulan selanjutnya pada percobaan (bahasan, cuma juga dapat dilakukan melalui penjurnalan).

Simulasi dan permainan diantara arahan juga melibatkan pengalaman langsung dan dengan demikian adalah contoh sah dari experiential mempelajari. Diantara interaksi permainan, di sana adalah sering beberapa siklus disajikan ke partisipan. Siklus ini umumnya terdiri dari keikut sertaan oleh pengguna, pembuatan keputusan, dan suatu masa analisa. Proses ini berbarengan sangat besar dengan Experiential Mempelajari Siklus menguraikan secara singkat di atas (Marcus, 1997). Sebagai tambahan, ini telah ditemukan bahwa simulasi yang memendekkan periode laporan misi pada akhir dari sesi permainan dapat mengurangi efektivitas mereka sendiri. Ini memaksudkan bahwa permainan yang mana tidak mempertimbangkan pemantulan sesuai adalah bukan sebagai efektif seperti kalau pemantulan sesuai terjadi. Dengan demikian, ini nyata itu observasi pemantul dan pemisahan bagian conceptualization dari simulasi dan permainan penting untuk mempelajari, yang yang telah didirikan oleh Experiential Mempelajari Teori (Ulrich, 1997).

Aplikasi namun lain dari experiential mempelajari berada di dalam bidang dari e belajar. Terperinci, di sana adalah satu upaya untuk memanfaatkan ini model ke peningkatan efektivitas dengan Pembangunan Profesional Lanjutan (CPD) e kursus belajar. Ini ditemukan itu beberapa kursus ini tidak mempertimbangkan pengalaman beton dan percobaan aktif sehubungan dengan fakta yang proses belajar adalah berlandaskan lebih belajar tradisional kiat dan tidak memodali pada sifat alami terarah sendiri dari pelajar (Friedman, Watt, Croston, & Durkin, 2002). Bagaimanapun, dengan penggunaan dengan teknologi berbeda seperti sumber daya multimedia, web mendasari bahasan, perencana online, dan tugas kreatif, e kursus belajar dapat ditingkatkan pada satu etika itu akan memperkuat siklus seluruh belajar experiential untuk pelajar (Terus terang, reich, & Humphreys, 2003).

Kelemahan / Kritik

Sejak Kolb menciptakan Experiential Mempelajari Teori dan belajar pertemanan modelkan, pekerjaannya telah dialami berbagai kritik sekitar berharganya dan efektivitas. Salah satu kritik dari model ini adalah itu pengalaman berwujud bagian dari siklus belajar sewajarnya dijelaskan pada teori dan remainslargely belum diselidiki. Herron (seperti dikutip di Rumah Bangsawan Inggris, Kasl, 2002 p. 180 – 81) yakini tersebut “dugaan dari perasaan adalah tidak dimanapun juga terdefinisi atau dirinci, pengalaman beton dengan demikian dengan baik mengeksplorasi · model sungguh sekitar observasi pemantul, pisahkan conceptualization, dan percobaan aktif.” Kritik umum lain dari teori penyingkapan itu satu kelemahan adalah itu ide dari langsung dan pengalaman beton adalah ragukan dan tak realistis (Miettinen, 2000).

Kritik lain dari ELT adalah itu konsep yang diuraikan secara singkat oleh Kolb adalah juga berdefinisi jelek dan buka ke berbagai penafsiran dan itu ide hadiah dia adalah satu campuran berwawasan luas dari ide dari berbagai ahli teori itu tidak mencocokkan secara logika bersama-sama. Lain, barangkali lebih kritik tajam dari pekerjaannya Kolb adalah itu model ELTnya hanya satu coba untuk menjelaskan bermanfaat bagi bermasyarakat dari Belajarnya Corak Mode Inventarisir dan dengan demikian mungkin sebenarnya menjadi satu sumur memperoleh cara pemasaran (Miettinen, 2000). Juga, ini diyakini bahwa menggunakan secara bertahap ELT mempelajari model tersisa terpisah dan tidak menghubungkan untuk satu sama lain pada setiap etika (Miettinen, 2000).

Bagaimanapun, kelemahan yang paling terukur dari ELT dan ELT mempelajari model adalah perbedaan luas di antara ini dan ide yang didirikan oleh John Dewey, siapa kepercayaan sebagian besar ditujukan ke penetapan dari ELT. Dewey meyakini yang bukan pengalaman pemantul menegaskan dari adat kebiasaan adalah bentuk dominan dari pengalaman dan itu pengalaman pemantul hanyalah terjadi ketika di situ adalah kontradiksi dari pengalaman kebiasaan. Cuma, pada satu kelemahan pembelalak dari ELT, Kolb cukup tidak mendiskusikan peran dari bukan pengalaman pemantul pada proses terpelajar (Miettinen, 2000). Sebagai tambahan, Dewey meyakini observasi itu dari hakikat dan sifat alami adalah titik awal dari pengetahuan didapatnya. Kolb, bagaimanapun, yakini bahwa pengalaman adalah titik awal dari pengetahuan didapatnya dan mengabaikan observasi mengaitkan hakikat hubungan dari pelajar, kelemahan ribut yang lain (Miettinen, 2000). Satu kelemahan akhir pada ELT bahwa diperhatikan adalah kekurangannya dari bahasan mengenai aspek sosial dari pengalaman. ELT mempelajari model memfokuskan pada belajar memproses untuk pelajar tunggal dan tidak berhasil untuk menyebutkan bagaimana cocok perorangan ke dalam satu kelompok sosial selama proses ini dan apa peran group ini mungkin bermain. Juga, di sana adalah tidak ada bahasan pada bagaimana satu kelompok sosial mungkin memperoleh pengetahuan melalui satu pengalaman umum.

Kekuatan

Dengan sepenuh dari kritik dari Experiential Mempelajari Teori, ini mungkin terlalu mudah untuk melewatkan bintang jasanya pada bidang dari pendidikan orang dewasa. Masing-masing dewasa punya / setelan uniknya sendiri dari pengalaman dan setelan dari kemampuan belajar yang dia / dia merasakan nyaman memanfaatkan. Teorinya Kolb bertanggungjawab fakta ini dan memperlihatkan bagaimana pelajar dapat memanfaatkannya / kekuatan pengalaman dan belajarnya pada proses untuk membangun pengetahuan. Kolb juga lakukan satu pekerjaan baik dari integrasi kedua-duanya kesatuan cara dialektika ke dalam model untuk menciptakan satu belajar lengkap mendaur kemana belajar seluruh proses dapat dilacak. Sebagai tambahan, Kolb lakukan satu pekerjaan hebat untuk memperlihatkan bagaimana pelajar dapat efektif memanfaatkannya / kekuatan belajarnya, sementara pada waktu yang sama keterampilan penggunaan yang bekum berkembang untuk melengkapi siklus belajar.

Bagaimanapun, sehubungan dengan kelemahan dari model ELT seperti diciptakan oleh Kolb, ini perlu untuk membangun model lain, liputi yang kepercayaannya Kolb dan pada waktu yang sama hadapi kelemahan yang ditemukan. Di bawah adalah satu penyajian dari satu model itu dapat dipergunakan untuk penggunaan ini. Ide di belakang model ini adalah untuk meliputi observasi dari hubungan subyek sendirinya pelajar hakikat sebagai satu titik awal untuk pengalaman. Kemudian, satu pengalaman ganggu terjadi, tantang yang pola kebiasaan dari pelajar. Satu kali pengalaman telah dihadapi pelajar memasuki satu langkah barang inventaris emosi dimana mereka menjadi sadar dari emosi mereka di reaksi ke pengalaman. Emosi ini kemudian permainan satu peran pada langkah berikutnya, yaitu satu langkah dengan observasi pemantul serupa dengan itu diringkas oleh Kolb pada modelnya. Setelah langkah ini, pelajar memasuki satu langkah dari conceptualization dan hipotesis pembentukan dimana mereka mencoba ke potongan keterangan yang mengumpulkan sampai sekarang mengaitkan pengalaman ke dalam gumpal logis. Satu kali ini terjadi, pelajar mengalamatkan pengalaman di beberapa cara. Ini mungkin meliputi percobaan aktif untuk menguji satu hipotesis. Atau, ini juga boleh termasuk order lebih tinggi merencanakan yang memerlukan lebih lagi pengujian mendalam dari pengalaman. Langkah ini dapat pimpin ke dua jenis berbeda pengalaman, diharapkan dan ganggu, kedua-dua yang memimpin ke pengulangan dari belajar berulang. Pengalaman idaman meliputi yang dapat diramalkan oleh konsep dan hipotesis yang didirikan pada belajar berulang. Pengalaman ganggu, pada sisi lain, liputi itu konflik itu dengan konsep yang dirumuskan pada experiential berjalan. Ini siap jelas pada model itu experiential mempelajari siklus dapat terjadi secara individu atau pada satu kelompok sosial.

Figure 2. The graphic above depicts the revised experiential learning cycle. It includes the encompassing circle of the environment as well as cycle of events in the learning process that can occur individually or in a group. The different elements are explained below in the order that they appear on the cycle. Figur 2. Grafis di atas melukiskan siklus diperbaiki belajar experiential. Ini meliputi bulatan peliput dari lingkungan seperti halnya siklus dari peristiwa pada belajar memproses itu dapat terjadi secara individu atau pada sekelompok. Unsur berbeda dijelaskan di bawah pada order yang mereka tampak pada siklus.

Dilaksanakan secara individu

stimuli hubungan: Observasi sekitar perorangan lingkungan sekitar dan sifat alami yang dibuat oleh perorangan, seperti halnya lebih pertimbangan secara cenderung dan sementara sekitar hal-hal tidak terlalu melihat kecuali yang dengan pasti dirasakan. Ini kemungkinan bahwa individu dapat mempelajari dari aktivitas ini dan tidak memasuki siklus yang dilukiskan di bawah.

Dapat terjadi secara individu atau pada satu kelompok sosial

· Pengalaman ganggu: Alami yang adalah satu gangguan dari etika kebiasaan dimana perorangan mengalami hal-hal. Ini adalah berbeda dengan satu bukan pengalaman pemantul menegaskan dari adat kebiasaan.

· Barang Inventaris emosi: Barang inventaris dari emosi yang diciptakan oleh pengalaman ganggu.

· Observasi pemantul: Observasi mengaitkan pengalaman dan pemantulan pada saat lantaran termasuk peristiwa, akibat kemungkinan, dsb.

· Conceptualization / Mengadakan Hipotesa: Proses selanjutnya dari pengalaman; ciptakan konsep untuk menjelaskan pengalaman dan konstruksi dengan hipotesis bersifat menjelaskan.

· Pengalamatan: Konsep dan hipotesis yang telah dibangun dirumuskan dan pengalaman dialamatkan di beberapa cara. Ada satu coba untuk meramalkan pengalaman perdagangan berjangka. Ini mungkin melibatkan perencanaan, percobaan aktif, atau test berhati-hati.

Bulatan peliput dari lingkungan melukiskan bagaimana semua aktivitas mengambil tempat dalam konteks satu lingkungan tertentu dan terpengaruh bagaimanapun juga oleh lingkungan.

Experiential Mempelajari Teori menguraikan secara singkat etika dimana pelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman melalui pengalaman. Meskipun demikian beberapa mungkin mendebat yang melangkah hadir di experiential mempelajari, ada tidak ada bahas tentang berharga dari pengalaman di belajar. Melalui pengalaman, pelajar mampu untuk konsep firsthand satu rasa pemahaman dari peristiwa melanjutkan di sekitar mereka. Pendidik telah berawal kendalikan kekuatan dari pengalaman di kursus luar negeri pembahasan, pembahasan bidang, permainan peran, dan banyak intervensi berbasis-komputer. Masa depan dapat membawakan lebih lagi aplikasi dari teori ini, satu kemungkinan seperti rangsang untuk pelajar sebanyak ini adalah facilitator.

Rangkuman Buku Media Pembelajaran

KARAKTERISTIK BUKU

1. Judul Buku : Optimalisasi Media Pembelajaran

2. Pengarang : Robertus Angkowo dan A. Kosasih

3. Penerbit : PT. Grasindo

4. Jumlah Halaman : 70 Halaman

5. Panjang Buku : 21 cm

6. Lebar Buku : 14.85 cm

MEDIA PEMBELAJARAN

Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran. Gagne mengartikan media sebagai berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Heinich, Molenda, Russel (1996:8) menyatakan bahwa : “A medium (plural media) is a channel of communication, example include film, television, diagram, printed materials, computers, and instructors. (Media adalah saluran komunikasi termasuk film, televisi, diagram, materi tercetak, komputer, dan instruktur). AECT (Assosiation of Education and Communication Technology, 1977), memberikan batasan media sebagai segala bentuk saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. NEA (National Education Assosiation) memberikan batasan media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual, serta peralatanya.

Dari berbagai batsan di atas dapat dirumuskan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk meyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.

Ciri-Ciri Media Pembelajaran

Ciri-ciri khusus media pembelajaran berbeda menurut tujuan dan pengelompokanya. Ciri-ciri media dapat di lihat menurut kemampuanya membangkitkan rangsangan pada indera penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan. Maka ciri-ciri umum media pembelajaran adalah bahwa media itu dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca indera. Di samping itu ciri-ciri media juga dapat dilihat menurut harganya, lingkup sasaranya, dan kontrol oleh pemakai.

Tiap-tiap media mempunyai karakteristik yang perlu dipahami oleh pemakainya. Dalam memilih media, orang perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :

  1. Kejelasan maksud dan tujuan pemelihian tersebut
  2. Sifat dan ciri-ciri media yang akan dipilih
  3. Adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan karena pemilihan media pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan akan adanya alternatif-alternatif pemecahan yang dituntut oleh tujuan.

Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Menurut Heinich, Molenda, Russel (1996:8) jenis media yang lazim dipergunakan dalam pembelajaran antara lain : media nonproyeksi, media proyeksi, media audio, media gerak, media komputer, komputer multimedia, hipermedia, dan media jarak jauh.

Jenis media dalam pembelajaran adalah :

  1. Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan, diagram, kartun, poster, dan komik.
  2. Media tiga dimensi yaitu media dalam bentuk model padat, model penampang, model susun, model kerja, dan diorama.
  3. Media proyeksi seperti slide, film stips, film, dan OHP
  4. Lingkungan sebagai media pembelajaran

Untuk menggunakan media sesuai dengan materi pelajaran perlu dikatahui terlebih dahulu jenis-jenis media yang ada. Ada juga yang memisahkan jenis media sebagai berikut :

1. Media grafis

Termasuk didalamnya media visual, yakni pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual.

2. Media audio

Media jenis ini berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambang-lambnag auditif, baik verbal maupun non verbal.

3. Media proyeksi diam

Media jenis ini mempunyai persamaan dengan media grafis, dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Perbedaannya, media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan pesan media yang bersangkutan.

Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah suatu cara, alat, atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan. Ramiszowski mengungkapkan “media” as the carriers on messages, from some transmitting source which may be a human being or inanimate object), to the receiver of the message (which in our case is the learner). Penggunaan media dalam pembeljaran atau disebut juga pembelajaran bermedia dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.

Menurut wilkinson, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam memilih media pembelajaran, yakni

  1. Tujuan

Media yang dipilih hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Tujuan yang dirumuskan ini adalah kriteria yang paling cocok, sedangkan tujuan pembelajaran yang lain merupakan kelengkapan dari kriteria utama.

  1. Ketepatgunaan

Jika materi yang akan dipelajari adalah bagian-bagian yang penting dari benda, maka gambar seperti bagan dan slide dapat digunakan. Apabila yang dipelajarai adalah aspek-aspek yang menyakut gerak, maka media film atau video akan lebih tepat. Wilkinson menyatakan bahwa penggunaan bahan-bahan yang bervariasi menghasilkan dan meningkatkan pencapain akademik.

  1. Keadaan siswa

Media akan efektif digunakan apabila tidak tergantung dari beda interindividual antara siswa. Msialnya kalau siswa tergolong tipe auditif/visual maka siswa yang tergolong auditif dapat belajar dengan media visual dari siswa yang tergolong visual dapat juga belajar dengan menggunakan media auditif.

  1. Ketersediaan

Walaupun suatu media dinilai sangat tepat untuk mencapai tuuan pembelajaran, media tersebut tidak dapat digunakan jika tidak tersedia. Menurut wilkinson, media merupakan alat mengajar dan belajar, peralatan tersebut harus tersedia ketika dibutuhkan untuk memenuhi keperluan siswa dan guru.

  1. Biaya

Biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan menggunakan media, hendaknya benar-benar seimbang dengan hasil-hasil yang akan dicapai.

Menurut Canei, R. Springfield, dan Clark., C. (1998 : 62) dasar pemilihan alat bantu visual adalah memilih alat bantu yang sesuai dengan kematangan, minat dan kemampuan kelompok, memilih alat bantu secara tepat untuk kegiatan pembelajaran, mempertahankan keseimbangan dalam jenis alat bantu yang dipilih, menghindari alat bantu yang berelebihan, serta mempertanyakan apakah alat bantu tersebut diperlukan dan dapat mempercepat pembelajaran atau tidak.

Kelebihan, Kelemahan, dan Pemanfaatan Media Berteknologi Modern

  1. Audiotape

Kelebihan-kelebihan Audiotape

1. Baik untuk siswa yang sedang belajar mendengar.

2. pengisi waktu saat menunggu

3. mendengar sambil melakukan mobilitas (kegiatan lain)

4. merupakan alternatif bagi yang tidak senang membaca atau yang mempunyai kesulitan membaca

5. pendengar dapat me-review-nya sambil menunggu atau melakukan atau melakukan kegiatan lain.

Kelemahan Audiotape

1. Kaset buku ini kaku (kurang fleksibel), sebab harus tergantung dengan komponen lain yaitu adanya tape dan alira listrik

2. tidak memungkinkan melakukan penjelajahan terhadap isi buku terlebih dahulu

3. bila ingin menvermati kembali isi buku, harus me-review-nya kembali sampai menemukan yang dimaksdukan, baru kemudian memutarnya kembali

4. hal-hal penting tidak bisa digarisbawahi atau diberi tanda khusus.

5. tidak ada grafik, diagram, atau gambar sebagai bahan klarifikasi.

Optimalisasi Audiotape

1. Matikan tape dan ulangi hal-hal yang perlu dihafalkan

2. buatlah catatan selama atau setelah selesai mendengarkan

3. dengarkan hal-hal oenting atau hal-hal yang sulit beberapa kali.

4. kalau ada buku manualnya, lihat dan cermatilah terlebih dahulu sebelum mendengarkan kaset.

  1. Video dan Videotape

Kelebihan Videotape

1. baik untuk semua yang sedang belajar mendengar dan melihat

2. bisa menampilkan gambar, grafik atau diagram

3. bisa dipergunakan di rumah, di luar kelas maupun dalam perjalanan dalam kendaraan

4. bisa diperlambat dan diulang

5. dapat dipergunakan tidak hanya untuk satu orang

6. dapat dipergunakan untuk memberikan umpan balik

Kelemahan Videotape

1. Sering dianggap sebagai hiburan TV

2. kegiatan melihat videotape adalah kegiatan pasif

3. menggunakan video berarti memerlukan dua unit alat, yaitu videotape dan monitor TV

4. dibandingkan dengan kaset recorder, harganya relatif lebih mahal

5. pemirsa tidak bisa melihat secara cepat bagian-bagian yang sudah tayangan yang sudah terlewatkan

Optimalisasi Videotape

1. Kualitas videotape sangat variatif, pilihlah yang menghasilkan gambar dan suara yang jelas

2. Jengan mempergunakan waktu dengan melihat video yang tidak sesuai dengan yang diinginkan

3. Anggaplah melihat video seperti dalam proses pembelajaran di kelas dengan membuat catatan, menjawab pertanyaan-pertanyaan.

4. Terlibat secara aktif

5. Lengkapilah dengan buku petunjuk dan buku-buku latihan

6. Cermatilah semua buku yang menyertai videotape

7. Janganlah menjadi penonton yang pasif

8. Beristirahatlah ketika anda mulai kehilangan konsentrasi

9. Jangan ragu-ragu bertanya kepada guru atau instruktur, apabila ada sesuatu yang kurang jelas.

3. Computer Based Training (CBT)

Kelebihan Computer Based Training (CBT)

1. Tampilanya bisa menghasilkan kombinasi antara tulisan (teks), suara (audio), gambar (video), serta animasi.

2. Dapat mengakses informasi secara instan dari manapun yang dicakup dari compact dist tersebut.

3. Menghasilkan gambar yang lebih jelas.

4. Program dan sistem computer based training (CBT) yang lebih canggih lebih memungkinkan pembelajaran mengakses lebih banyak, bukan hanya satu macam pilihan seperti pada audiotape atau videotape;

5. Menyediakan fasilitas akses informasi yang lebih banyak.

6. Dapat disesuaikan dengan motivasi, kemampuan dan kecepatan pembelajaran.

7. Sebagai guru yang sabar

8. Mengurangi kekhawatiran pembelajaran jika kurang paham.

Kelemahan Computer Based Training (CBT)

1. Kelemahan mendasar dari penggunaan program ini adalah tidak adanya iteraksi antarmanusia.

2. Memerlukan biaya mahal.

Optimalisasi Computer Based Training (CBT)

1. Kemahiran mengopersikan peralatan komputer merupakan syarat utama.

2. Bila ingin mengoperasikan, perhatikan terlebih dahulu mekanismenya.

4. Pelatihan Berbasis Web

Kelebihan Web Based Training (WBT)

1. Mengkombinasikan kelebihan video, kecepatan komputer, dan akses internet

2. Mekanisme kerja program ini mampu menyesuaikan dengan semua gaya belajar.

3. Memungkinkan bagi pembelajar untuk aktif berpartisipasi.

4. Memungkinkan akses ke materi/subyek yang diinginkan bagi banyak sekali pembelajar di tempat yang berbeda.

5. Pembelajar dapat berhubungan dengan guru/instruktur, demikian sebaliknya dimanapun mereka berada.

Kelemahan Web Based Training (WBT)

1. Tidak terjadi temu muka antara guru/instruktur dengan pembelajar.

2. Perlu biaya mahal untuk melengkapi peralatan.

Optimalisasi Web Based Training (WBT)

1. Kemahiran pembelajar mengoperasikan komputer merupakan syarat utama.

2. Web Based Training (WBT) akan memberikan hasil yang optimal apabila dikombinasikan dengan buku, video dan diskusi-diskusi di kelas.

5. Internet

Kelebihan Internet

1. Memungkinkan akses informasi ke banyak nara sumber.

2. Hampir semua tema dapat diperoleh dari Net.

3. Bisa menjelajah dunia dari rumah, sekolah, kampus, kantor dan perusahaan.

4. Adanya fasilitas untuk berinteraksi dengan orang lain dari seluruh penjuru dunia yang tertarik pada tema yang sama.

5. Merupakan komunikasi dua arah, tanya jawab, mengobrol, membuat web sendiri, mengirim berita ke mana saja.

Kelemahan Internet

1. Biayanya mahal, karena untuk mengoperasikannya membutuhkan kelengkapan seperti komputer, modern ISP (Internet Service Provider), dan saluran telepon. Namun demikian kalau kita tidak memiliki perangkat tersebut kita bisa datang ke perpustakaan-perpustakaan atau ke tempat penyewaan internet;

2. Diperlukan kemampuan mengoperasikan komputer, juga kemampuan memilih dari sejumlah pilihan yang semuanya kelihatan menarik bagi kita;

3. Dibutuhkan ketelitian terhadap informasi yang ada, periksa kebenarannya, sebab tidak semua informasi selalu benar atau baik untuk kita.

Operasikan Internet

1. Sebaiknya kita tetapkan dulu hal-hal yang ingin kita cari, sebelum kita mengoperasikan internet, kecuali kalau memang mempunyai waktu untuk untuk mengadakan penjelajahan.

2. Untuk penggemar/pengguna internet pemula, agar mendapatkan pengalaman awal, lakukanlah penjelajahan terhadap sesuatu yang bersifat hiburan atau yang menarik motivasi agar semakin mencintai internet.

3. Bertanyalah terlebih dahulu kepada instruktur sebelum mulai membaca, agar tidak terjadi kekeliruan.

4. Belilah buku tentang hal tersebut.

Komentar Buku

Buku Optimalisasi Media Pembelajaran yang dikarang oleg R,Ankowo dan A. Kosasih ini berisi tentang, pengertian media pembelajaran, jenis – jenis media pembelajaran dan kegunaan-kegunaannya serta kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap jenis media, menurut saya isi dari buku ini cukup lengkap dan disajikan dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga pemahaman terhadap buku pun dapat dengan mudah dilakukan. Buku ini cocok sabagai acuan untuk orang yang akan menggunakan media sebagai pembelajaran terutama untuk guru.

Social Cognitive Theory (tugas yang menjenuhkan)

As media theorists moved away from the strong effect models of the magic bullet injecting its content into the undifferentiated mass audience and toward limited effect models, many scholars relied on psychological theories that distinguished between S-R models and S-O-R models. In other word, theorists began to ask about what human qualities-in particular, what psychological qualities- came between the stimulus pf the media message and the audience’s response. One of the most obvious conceptualization for this role of the organism (i.e., the “O”) is to see people as learners whose cognitions could make a difference in the acquisition of new attitudes and behaviors. Thus, turning to learning theories made a great deal of sense in the middle of the 20th century.

Early psychologists in the behaviorist mode (e.g., john B. Watson and B. F. Skinner) were concerned with the extent to which human action is a conditioned response to external stimuli. This behaviorist point of view represented by processes labeled as operant conditioning- is an S-R model that suggest that human learn by being rewarded (e.g., receiving positive reinforcement) or punished (e.g., receiving negative reinforcement) when they respond to a particular stimulus. For example, imagine that a child bites her nails. Her parents might paint her nails with bitter nail polish so that she will receive negative reinforcement every time she tries to bite them. Or a parent might promise a reward like a new toy if the nails are grown to a particular length. By directly rewarding and punishing behavior, the parents are hoping the child will learn the preferred behavior.

However, operant conditioning is an inefficient way to learn things. Imagine, for instance, that we had to learn about the danger of encountering fire only through direct reward and punishment when confronted with this stimulus: the hospital would be full of burn victims! It simply doesn’t make sense to presume that everyone has to learn everything through direct experience. Thus, it seems obvious that humans learn in other ways, and one of the most important alternative routes to learning is through watching others who are demonstrating behaviors (and perhaps being rewarded or punished for those behaviors) and imitating those behaviors. As Bandura (1977b) argues.

Observational learning is vital for both development and survival. Because mistakes can produce costly, or event fatal, consequences, the prospects for survival would be slim indeed if one could learn only by suffering the consequences of trial and error. For this reason, one does not teach children to swim, adolescents to drive automobiles, and novice medical students to perform surgery by having them discover the appropriate behavior through the consequences of their successes and failures. The more costly and hazardous the possible mistake, the heavier is the reliance on observational learning from competent examples.

The concept of learning through observation and imitation was first proposed in the psychological literature by N. E. Miller and Dollard (1941). These researches posited that if humans were motivated to learn a particular behavior, they would be able to learn by observing models and then being positively reinforced by imitating those models. These ideas were the first version of social learning theory.

Since these early ideas were proposed about the role of imitation in the acquisition of behavior, theoretical thinking about social learning has developed. The leader in the development of social learning theory (relabeled in the 1970s and 1980s as social cognitive theory) has been Albert Bandura. Bandura’s first key ideas in the area (Bandura, 1962) further developed Miller and Dollard’s earlier ideas about imitative learning. In more recent publications, Bandura has elaborated on the process of social learning and on cognitive and behavioral factors that influence the learning process. In the next few sections, we outline some of the key components of social cognitive theory and then discuss how it has been instrumental in studying the effects of mass media presentations on individuals in the audience.

Key concept in Social Cognitive Theory

As should already be clear, the key concept in social cognitive theory is the notion of observational learning. When there are models in an individual’s environment-perhaps friend or family members in the interpersonal environment, people from public life, or figures in the news or entertainment media-then learning can occur through the observation of these models. Sometimes the behavior can be acquired simply through the modeling process. Modeling or imitation, is “the direct, mechanical reproduction of behavior” (Baran & davis, 200, p. 184). As baranowski, perry, and parcel (1997) point out, “this process accounts for family members” often having common behavioral patterns”(p. 160). Modeling processes can also be seen with regard to media sources. That is, you might learn a new trick for rolling out pie dough simply by watching a cooking show on television. But there are times when simple modeling is not enough to influence or change behavior. In these cases, social cognitive theorsts turn to the basic operant conditioning concepts of rewrds and punishment but place those concepts in a social learning context.

Baranowski et al. (1997) state that “reinforcement is the primary construct in the operant learning” (p. 161). Reinforcement processes are also central to social learning processes. In social cognitive theory, reinforcement works through the processes of inhibitory effects and disinhibitory effects. An inhibitory effect occurs when an individual sees a model being punished for a particular behavior. Observing the punishment will decrease the likelihood of the observer performing that same behavior. For example, social cognitive theory would predict that when we observe criminals on television being incarcerated for their misdeeds, we will be less likely to engage in crime. In contrast, a disinhibitory effect occurs when an individual sees a model being rewarded for a particular behavior. In this situation, the observer will be more likely to perform the behavior. In this situation, the observer will be more likely to perform the behavior. For example, if a character on a situation comedy is rewarded for deceptive behavior, social cognitive theory would predict that the observer will be more likely to angage in similar behavior.

The effects posited here depend not on actual rewards and punishments but instead on vicarious reinforcement. According to bandura (1986), vicarious reinforcement works because of the concepts of outcome expectations and outcome expectancies. Outcome expectations suggest that when we see models being rewarded and punished, we come to expect the same outcomes if we perform the same behavior. As baranowski et al. (1997) state, “people develop expectations about a situation and expectations for outcomes of their behavior before they actually encounter the situation” (p. 162). Furthermore, individuals attach value to these expectations in the form of outcome expectancies. These expectancies consider the extent to which any particular reinforcement observed is seen as a reward or a punishment. This highlights the notion that different things are rewarding to different people and that value of the reward to the particular individual will influence the extent to which social learning will occur.

This is basic process of learning posited in social cognitive theory. However, several other concepts posited in the theory however, several other concepts posited in the theory will influence the extent to which social learning takes place. For example, if an individual feels a strong psychological connection to a model, social learning is more likely to occur. According to White (1972), identifications “spring from waiting to be and trying to be like the model with respect to some broader quality”. That is, if a child wants to be like a favorite sports hero, he might imitate that sports hero in terms of clothing and food choices.

Social cognitive theory also considers the importance of an observer’s ability to perform a particular behavior and the confidence the individual has in performing the behavior. This confidence is known as self efficacy (Bandura, 1977a), and its seen as a critical prerequisite to behavioral change. Think back again to our example of learning a new way to roll out pie dough from a cooking show on television. Social cognitive theory would argue that learning from the model would not occur if an individual had always bought preformed pie crusts and had always believed that making and rolling out pie dough was an incredibly difficult task best left to professional pastry chefs. It is likely that this individual would not have the necessary level of self-efficacy regarding pie dough to effectively learn form the model in the cooking demonstration.

Social Cognitive Theory and the Communication Media

To this point, we have sketched out some of the basic ideas proposed in social cognitive theory from these ideas (and from some of the examples we have presented), the applications of social cognitive theory to research in the mass media should be clear. That is, in today’s society, many of the models that we learn from are those we see, hear, or read about in the mass media. These models might be people who we observe on news and documentary shows. They might be characters we see in dramatic presentations on the big or small screen or read about in books. Or they might be singers or dancers who we hear on the radio and CDs or who we see in music videos. In short, there are a plethora of models in the media who are consistently being rewarded or punished by their behavior, and many media theorists believe that children and adults change their behaviors based on the observation of these models.

One area in which social cognitive theory has had a strong impact is in the study of media violence. Gunter (1994) reviews the research on children and adults and concludes that there is a great mix of evidence regarding the effects of violent media depictions on the behaviors, attitudes, and cognitions of viewers. Social cognitive theory, most concerned with behavioral effects, would suggest that depictions of violence could lead to either increases or decreases in violent behavior of the model was rewarded or punished. Indeed, early research by Bandura (1962) and Berkowitz (1964) supported this contention. However, recent research has added complexity to this equation, arguing that issues such as preexisting aggressive tendencies, cognitive processing of the media, realism of the media depictions, and even diet can affect the extent to which individuals “learn” violence from the media.

A second area in which social cognitive theory has had a strong impact is in considerations of health communication. The application of the theory in this area moves us from a consideration of the often unintended consequences of media deciptions to the purposeful development of media campaigns planner interested in changing behaviors regarding the use of sunblock might use social cognitive theory in designing a campaign. That campaign might emphasize an attractive and recognizable model who is rewarded with healthy skin and compliments when using sunblock. This campaign would be expected to encourage the use of sunblock, particularly when accompanied by messages about people’s efficacy regarding the use of sunblock on a regular basis.

Summary

Social cognitive theory provides an explanation of how behavior can be shaped through the observation of models in mass media presentations. The effect of modeling is enhanced through the observation of rewards and punishment meted out to the model, by the identification of audience members with the model, and by the extent to which audience members have self-efficacy about the behaviors being modeled. This theory, though based in the field of social psychology, has had strong effects of media violence on adults and children and on the planning of purposeful campaigns for behavior change launched through media sources. In the next section, we turn our attention to a model of media effects that highlights the concept of an active audience, whish is critical in many limited effects model.

Model Bela H.Banathy

Model pengembangan system pembelajaran ini berorientasi pada tujuan pembelajaran. Langkah-langkah pengembangan system pembelajaran terdiri dari 6 jenis kegiatan. Model desain ini bertitik tolak dari pendekatan system (system approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pada langkah terakhir para pengembang diharapkan dapat melakukan perubahan dan perbaikan sehingga tercipta suatu desain yang diinginkan. Model ini tampaknya hanya diperuntukan bagi guru-guru di sekolah, mereka cukup dengan merumuskan tujuan pembelajaran khusus dengan mengacu pada tujuan pembelajaran umum yang telah disiapkan dalam system.

Komponen-komponen tersebut menjadi dan merupakan acuan dalam menetapkan langkah-langkah pengembangan, sebagai berikut :

  1. Merumuskan tujuan (formulate objectives)
  2. Mengembangkan tes (develop test)
  3. Menganalisis tugas belajara (analyzing learning task)
  4. Mendesain system pembelajaran (design system)
  5. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (implement and test output)
  6. Melakukan perubahan untuk perbaikan (change to improve)

komponen-komponen/ langkah-langkah pengemabngan tersebut di uraikan lebih lanjut di bawah ini :

Langkah-langkah pengembangan desain

Pengembangan desain pembelajaran dilakukan melalui 6 langkah pengembangan sebagai berikut :

Langkah 1 : Merumuskan tujuan

Pada langkah ini pengembang merumuskan tujuan pembelajaran, yang merupakan pernyataan tentang hal-hal yang diharapkan untuk dikerjakan, diketahui, dirasakan, dan sebagainya oleh peserta didik atau siswa sebagai hasil pengalaman belajarnya.

Langkah 2 : Mengembangkan tes

Pada langkah ini dikembangkan suatu tes sebagai alat evaluasi, yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar, atau ketercapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik/siswa. Penyusunan tes berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya.

Langkah 3 : Menganalisis tugas belajar

Pada langkah ini dirumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta didik/siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, yakni perubahan tingkah laku yang diharapkan. Pada langkah ini, perilaku awal peserta didik/siswa perlu dinilai dan dianalisis. Berdasarkan gambar tentang perilaku awal tersebut dapat dirancang materi pelajaran dan tugas-tugas belajar yang sesuai, sehingga mereka tidak perlu mempelajari hal-hal yang telah diketahui atau telah dikuasai sebelumnya.

Langkah 4 : Mendesain Sistem Pembelajaran

Pada langkah ini dikembangkan berbagai alternative dan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang harus dilakukan oleh siswa/peserta didik maupun kegiatan-kegiatan guru/tenaga pengajar. Langkah ini dikembangkan sedemikian rupa yang menjamin agar peserta didik melaksanakan dan menguasai tugas-tugas yang telah dianalisis pada langkah 3. desain system juga meliputi penentuan siswa yang mempunyai potensi paling baik untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan oleh karena perlu disediakan alternative kegiatan tertentu yang cocok. Selain dari itu, dalam desain system supaya ditentukan waktu dan tempat melakukan kegiatan-kegiatan pembalajaran.

Langkah 5 : Melaksanakan Kegiatan dan mengetes hasil

System yang sudah di desain selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk uji coba di lapangan (sekolah) dan di tes hasilnya. Hal-hal yang telah dilaksanakan dan dicapai oleh peserta didik merupakan output dari implementasi system, yang harus dinilai supaya dapat diketahui hingga mereka dapat mempertunjukan atau menguasai tingkah laku sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembelajaran

Langkah 6 : pada langkah ini ditentukan, bahwa hasil –hasil yang diperoleh dari evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi system keseluruhan dan bagi kompinen-komponen system, yang pada gilirannya menjadi dasar untuk mengadakan perubahan untuk perbaikan system pemabalajaran.

Kendatipun 6 komponen tersebut tampaknya sangat sederhana, namun untuk mengembangkan rancangan system pembelajaran model ini memerlukan kemampuan akademik yang cukup tinggi serta pengalaman yang memadai serta wawasan yang luas. Selain dari itu, proses pengemabnagan suatu system menuntut partisipasi pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, administrator, supervisor dan kelompok guru, sehingga rancangan kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pendidikan di sekolah dan dapat diterapkan dalam system sekolah.

Sejarah perkembangan definisi Teknologi Pendidikan

Definisi awal Teknologi Pendidikan dipandang sebagai media

Teknologi Pendidikan adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengealuasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam betuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif.

Definisi teknologi pendidikan pada awal tahun 1920 dipandang sebagai media. Akar terbentuknya pandangan ini terjadi ketika pertama kali diproduksi media pendidikan pada awal abad dua puluhan. Media ini, sebagai media pembelajaran visual yang berupa film, gambar dan tampilan yang mulai ramai pada tahun 1920. definisi formal pembelajaran visual terfokus pada media yang digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini berlanjut sampai 1950.

Tahun 1960 dan 1970 Teknologi Pendidikan diapandang sebagai suatu proses.

Awal tahun 1950, khususnya selama tahun 1960 dan 1970 sejumlah ahli dalam bidang pendidikan mulai mendiskusiakan teknologi pendidikan dalam suatu yang berbeda. Mereka membahasnya sebagai suatu proses. Contohnya Finn (1960) mengatakan bahwa teknologi pendidikan harus dipandang sebagai suatu cara untuk melihat masalah pendidikan dan mneguji kemungkinan solusi dari masalah tersebut. Sedangkan Lumsdaine (1964) mengatakan bahwa teknologi pendidikan dapat dijadikan aplikasi ilmu pengetahuan pada praktek pendidikan. Pada tahun 1960an dan 1970 banayak definisi teknologi pendidikan yang dipandang sebagai suatu proses.

Definisi 1963

Di tahun 1963, definisi teknologi pendidikan digambarkan bukan hanya sebagai sebuah media. Definisi ini (Ey, 1963) menghasilkan dengan suatu komisi pengawas yang dibentuk olep Departemen Pendidikan Audiovisual (sekarang dikenal sebagai Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan). Hal ini merupakan suatu hal yang berangkat dari pandangan “tradisional” terhadap teknologi pendidikan. Definisi kini lebih memusat pada desain pembelajaran dan penggunaan media sebagai pengendalian proses belajar (p. 38). Lebih dari itu pengertian kini lebih menganali serangkaian langkah-langkah penerapan, perancangan, dan penggunaan. Langkah-langkah ini mencakup perencanaan, produksi, pemilihan, pemanfaatan, dan manajemen. Perubahan disini mencerminkan bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan zaman dapat mengubah sebuah definisi dan praktek dari teknologi pendidikan.

Definisi 1970

Definisi selanjutnya merupakan definisi tahun 1970-an yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi pengawas ini dibentuk dan dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menguji permasalahan dan manfaat potensial yang berhubungan dengan teknologi pendidikan di sekolah-sekolah.

Teknologi pendidikan adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam bentuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan mengunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif.

Jadi menurut konsep ini tujuan utama teknologi pembelajaran adalah membuat agar suatu pembelajaran lebih efektif. Bagaimana hal itu dilakukan? Dengan cara mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi secara sistematis berdasarkan teori komunikasi dan belajar tentunya, serta memanfaatkan segala sumber baik yang bersifat manusia maupun non manusia, dengan demikian, sejak tahun 1970an, sudah ada pandangan bahwa manusia (dalam hal ini guru) bukanlah satu-satunya sumber belajar.

Definisi 1977

Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.

Definisi 1994

Teknologi instruksional adalah praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola dan menilai proses-proses maupun sumber-sumber balajar.

Definisi ini lebih operasional dari pada rumusan tahun 1977 yang terlalu rumit, definisi ini menegaskan bahwa adanya lima dominant teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan pengemabangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun sumber belajar, seorang teknolog pembelajaran bias saja memfokuskan bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut.

Definisi baru : menyatakan peran media, desain pembelajaran sistematis, dan pendayagunaan teknologi.

Bidang teknologi dan desain pembelajaran mencakup analisis pembelajaran dan pencapaian masalah serta rancangan, pengembangan, pemanfaatan, evaluasi, manajemen, pembeljaaran, proses non pembelajaran untuk meningkatkan pencapaian pelajaran dalam berbagai peraturan, bidang pendidikan dan tempat kerja.

Para ahli bidang desain pembelajaran dan teknologi sering menggunakan prosedur desain pembelajaran yang sistematis dari berbagai media pembelajaran untuk menyelesaikan tujuan mereka.

Definisi ini menggaris bawahi dua praktek yaitu penggunaan media untuk tujuan pendidikan dan penggunaan prosedur desain pembelajaran yang sistematis.

Mengapa kita menyebutnya desain pembelajaran dan teknologi ?

Definisi berbeda dari yang sebelumnya. Lebih mengacu pada bidang desain pembelajaran dan teknologi dibandingkan dengan teknologi pembeljaaran. Mengapa kebanyakan individu menggambarkan istilah teknologi pembelajaran dengan komputer, video, OHP, dan segala jenis hardware dan software lainnya yang berhubungan dengan media pembelajaran. Dengan kata lain banyak individu yang menyamakan teknologi pembelajaran dengan desain pembelajaran. Praktek desain pembelajaran sudah meletus sehingga banyak digunakan oleh individu yang menyebut diri mereka perancang pembelajaran.